Secara umum pengertian budaya atau kebudayaan yaitu cara berkembang hidup suatu masyarakat yang dimiliki oleh bersama dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan memiliki sifat kompleks karena didalamnya menyangkut pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum adat dan kebiasaan lainnya yang dimiliki manusia sebagai anggota masyarakat. Salah satu contoh kebudayaan misalnya budaya jawa ngunduh mantu yang dilaksanakan ketika seseorang akan menikah.
Namun, selain itu terdapat lagi salah satu kebudayaan yang sudah jarang dilaksanakan oleh generasi dusun Saradan saat ini yakni Ubo Rampi. Dalam budaya adat tradisional jawa, Ubo Rampe digunakan untuk menyembah dewa-dewa dalam agama Hindu dan Budha yang dianggap sebagai penjaga rumah atau tempat kerja. Ubo Rampe biasanya terdiri dari dua bagian utama, yakni tiang dan atap. Tiang terbuat dari kayu atau batu, biasanya memiliki bentuk yang unik sesuai dengan kepercayaan tiap daerah masing-masing. Atap yang terbuat dari daun-daunan yang berbentuk sebagai atap. Dalam budaya jawa biasanya Ubo Rampe diadakan dalam berbagai acara, seperti pernikahan, pemakaman atau upacara keagamaan lainnya.
Pelaksanaan Ubo Rampe di Saradan lebih kepada proses ucapan syukurnya calon pengantin kepada leluhur dengan mengisi sesaji berbagai macam hidangan makanan di dalamnya. Hidangan tersebut biasanya diletakan pada 7 hingga 11 titik di tempat-tempat tertentu. Bentuk Ubo rampe yang digunakan di Saradan biasanya terdiri dari dua item yakni berupa tumpeng yang berisi jenis-jenis sayuran hasil pertanian dusun dan atap-tiang yang diartikan sebagai pertemuan syukuran antara dua insan manusia yang hendak menjalin bahtera hubungan rumah tangga. Tumpeng merupakan kependekan dari “tumapaking panguripan-tumindak lempeng tumuju Pangeran” yang artinya bahwa kehidupan manusia itu harus hidup menuju jalan Allah. Masyarakat tradisional Jawa memiliki kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib diluar diri manusia yang dapat mempengaruhi kehidupannya. Oleh karena itu manusia merasa perlu memelihara hubungan dengan kekuatan tersebut agar terjadi keseimbangan dengan kehidupan. Secara umum hal tersebut dinamakan dengan selamatan, yang mana selamatan sering dilakukan dengan cara kenduri yang berarti makan bersama.
Menurut ahli kebudayaan dan kesenian di Saradan hanya orang-orang dahulu saja yang mengetahui titik tempat-tempat diletakannya sesaji tersebut. Seiring berkembangnya jaman generasi sekarang banyak yang tidak mengerti tujuan dari dilaksanakannya adat ini, oleh karena itu adat ini sudah hampir punah. Budaya ini seringkali dianggap musyrik atau bertabrakan dengan nilai keagamaan. Berbeda dengan di jaman dahulu kala adat ini masih masih dilestarikan dan bagi yang tidak melaksanakannya akan terjadi suatu musibah atau masalah dalam prosesi pernikahan ataupun dalam rumah tangganya.
Ada beberapa kebudayaan lainnya yang masih dilestarikan di Saradan yaitu sambatan dan kenduri. Budaya sambatan yaitu kegiatan gotong royong membantu membangun rumah warga dusun secara sukarela. Budaya kenduri yaitu budaya rasa syukur dari warga yang memiliki suatu hajat atau kepentingan dengan membagikan makanan yang dibungkus dengan menggunakan daun jati dalam bentuk sarang. Biasanya terdapat seorang pemuka agama yang mengawali iqrar atau doa tahlil untuk membuka acara, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari acara dan harapan dari pelaksanaannya acara. Kemudian acara ditutup dengan membagikan makanan dalam jumlah banyak yang sebelumnya sudah dimasak bersama-sama di rumah warga yang mengadakan acara tersebut.
Ditulis oleh :
Yurliannisa Rahmi – KKN UII