Desa Saradan, sebuah pemukiman yang terletak di lereng gunung, menawarkan harmoni yang jarang terjadi antara kebudayaan dan agama. Desa ini memiliki jejak sejarah yang panjang, menjadi tempat di mana nilai-nilai kebudayaan dan agama berhasil bersatu dan melahirkan sebuah identitas yang kaya dan unik. Wawancara dengan Pak Sogiran, seorang pelaku seni dari Dukuh Saradan, memberikan wawasan tentang bagaimana desa ini menjadi sebuah contoh inspiratif tentang bagaimana kebudayaan dan agama dapat hidup berdampingan.
Akar Sejarah: Persilangan Agama dan Kebudayaan
Menurut Pak Sogiran, jejak-jejak agama Hindu dan Budha yang masuk sebelumnya telah memberikan pondasi kuat bagi beragam kebudayaan yang berkembang di Jawa. Begitu pula dengan Islam, yang masuk belakangan, berhasil menemukan cara untuk berdampingan dengan kebudayaan yang sudah ada. Dalam sejarah panjang Desa Saradan, seorang tokoh ulama yang juga seorang seniman, dan merupakan punggawa Keraton Mataram, memainkan peran penting dalam membuka jalan harmonis ini.
Asimilasi Agama dan Kebudayaan
Salah satu ciri khas masyarakat Jawa adalah kekayaan tradisi dan pesan moral yang terkandung dalam banyak ungkapan. Pak Sogiran memberi contoh ungkapan “ojo dumeh” yang mengandung makna “jangan sok” atau “jangan berlagak”. Ini adalah salah satu contoh bagaimana nilai-nilai moral tercermin dalam kebudayaan sehari-hari.
Saat Islam masuk ke Desa Saradan, terjadi proses asimilasi yang bijaksana antara agama dan kebudayaan. Contoh konkretnya terlihat dalam arsitektur rumah tradisional Jawa. Pak Sogiran menjelaskan bahwa rumah-rumah Jawa memiliki pelajaran tersirat, di mana bangunan rumah yang pendek mengajarkan kepada setiap tamu untuk tunduk dan hormat saat memasuki rumah. Ini mencerminkan nilai-nilai penghormatan dan rendah hati, yang selaras dengan ajaran agama Islam.
Tokoh Berpengaruh dalam Kebudayaan dan Agama
Ada beberapa tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar dalam memelihara harmoni antara kebudayaan dan agama di Desa Saradan:
- Bapak Muhammad Yusuf: Imam Masjid di Kampung Saradan, Mbah Muhammad Yusuf adalah figur agama yang menjadi inspirasi dalam menjaga keseimbangan antara nilai-nilai agama dan budaya.
- Bapak Munawir: Tokoh agama yang juga aktif dalam berbagai acara kesenian dan kebudayaan. Keaktifannya menunjukkan bahwa agama dan kebudayaan dapat hidup berdampingan.
- Bapak Mu’ad: Seorang tokoh masyarakat yang juga memiliki dampak positif dalam menghubungkan nilai-nilai kebudayaan dan agama.
Acara Kebudayaan dan Keagamaan: Merajut Harmoni
Acara tahunan “Merti Dusun” merupakan contoh nyata bagaimana desa ini merajut harmoni antara kebudayaan dan agama. Pak Sogiran menjelaskan bahwa acara ini adalah momentum yang mendorong partisipasi semua warga desa. Selain acara seni dan budaya, elemen keagamaan seperti pengajian dan khataman Qur’an diselipkan dalam acara ini. Ini membuktikan bahwa agama dan kebudayaan tidak hanya hidup berdampingan, tetapi juga dapat saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain.
Kesimpulan: Harmoni dalam Kebudayaan dan Agama
Desa Saradan adalah cerminan nyata tentang bagaimana kebudayaan dan agama bisa bersatu dengan indah. Melalui kerjasama antara tokoh agama dan budaya, serta peran penting asimilasi dalam kebudayaan Jawa, desa ini telah membuktikan bahwa harmoni agama dan kebudayaan adalah mungkin dan menguntungkan bagi masyarakat yang hidup di dalamnya. Saradan adalah contoh inspiratif bahwa keragaman bisa menjadi sumber kekayaan dan bukan pemisah.
DItulis Oleh :
Surya Ramadhan – KKN UII